Senin, 12 April 2010

Kontradiksi Makna Feminisme Masa Kini; Memulyakan atau Menindas Kaum Wanita?

Berbicara tentang feminisme, tidak bisa dipisahkan dari perbincangan terkait laki-laki dan perempuan di dalam masyarakat, serta bagaimana hak, status, kedudukan wanita di sector domestic dan public. Pada mulanya, feminisme adalah faham – yang kemudian menjadi suatu gerakan – yang menuntut adanya kesetaraan hak dan kedudukan antara laki-laki dan perempuan. Di Indonesia, feminisme lebih dikenal dengan istilah Emansipasi Wanita, dengan Kartini yang dianggap sebagai pelopornya.

Dalam sejarah manusia, tidak ada ide yang lahir dalam ruang hampa, layaknya karya sastra yang tak pernah lahir dari kekosongan budaya. Feminisme lahir karena adanya konteks sosio-historis yang melatarbelakanginya. Feminisme pada intinya membicarakan wilayah culture. Kedudukan manusia dalam pandangan umat-umat sebelum Islam sangat rendah dan hina. Mereka tidak menganggap perempuan sebagai manusia yang sempurna. Bagi mereka perempuan adalah pangkal keburukan dan sumber bencana. Telah banyak contoh konkret penindasan terhadap wanita di bumi ini. Pada masa jahiliyah, masyarakat Arab mengubur hidup-hidup bayi wanita yang terlahir di keluarganya. Bayi wanita dianggap sebagai Aib dan bencana besar. Bangsa India dalam aturan Manu, perempuan diposisikan hanya sebagai pelayan bagi suami dan ayahnya, tidak memiliki kebebasan untuk menggunakan apalagi memiliki hartanya. Kesetiaan istri kepada suami ditunjukkan dengan istri membakar diri hidup-hidup demi mengikuti suaminya yang meninggal.dalam aturan Hammurabi, perempuan dianggap sebagai binatang, tidak mempunyai hak memiliki dan menggunakan harta, dan banyak lagi yang lainnya. Perbincangan tentang wanita menemukan momentumnya ketika pada tahun 581 M berlangsung kongres besar bangsa Eropa yang berusaha menemukan jawaban, “siapa sebenarnya wanita itu?”. Pada kongres tersebut sempat dipertanyakan, benarkah wanita itu manusia, atau ia termasuk golongan hewan. Akhirnya mereka mendapatkan jawaban bahwa perempuan itu manusia yang diciptakan untuk menghamba ( mengabdi ) pada laki-laki.

Islam adalah satu-satunya agama yang mampu memberikan formulasi kesetaraan hak dan kedudukan laki-laki dan perempuan. Alloh telah menyatakan dalam kitab sucinya bahwa orang yang paling mulia di sisi Nya adalah orang yang paling bertaqwa. (Al-Hujurat: 13). Tidak memandang apakah ia laki-laki atau perempuan, jika ia mengerjakan amal shalih dalam keadaan beriman, maka Alloh akan memberinya kehidupan yang lebih baik dan pahala yang berlipat.(An-Nahl: 97). Dalam syariat Islam, Alloh telah mengatur pembagian peran dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan karakter dan potensi masing-masing. Alloh mengatur pola relasi antara laki-laki dan perempuan serta mengatur antara akhlak-akhlak yang baik bagi wanita dan laki-laki tentunya semua itu pada hakikatnya adalah untuk menjaga dan menyelamatkan manusia dari kehinaan dan kekejian baik dunia maupun akhirat.

Seiring dengan berjalannya waktu, perubahan akan terus berlanjut. Yakni proses konstruksi – dekonstruksi – rekonstruksi. Feminisme yang dahulu muncul dan berkembang di barat, serta mengkritisi system kehidupan masyarakat barat, kini telah mulai menyerang syariat Islam sendiri. Islam yang telah mengatur dan memberikan formulasi kesetaraan terbaik – tentunya berasal dari Alloh, sang pencipta – telah dicoba untuk di dekonstruksi.

Syariat Islam dianggap sebagai salah satu agama yang menyudutkan dan menindas kebebasan kaum wanita. Kewajiban menutup aurat misalnya, kaum feminis sekularis berfikiran kalau menutup aurat atau hijab bagi wanita adalah sama halnya dengan memenjarakan wanita dalam berekspresi. Pembagian warisan yang takarannya berbeda antara laki-laki dan perempuan, optimalisasi peran public pada laki-laki dan peran domestic pada perempuan, telah dijadikan bahan perbincangan dan perdebatan public dan dijadikan senjata ampuh untuk menyerang Islam. Sebagai akibatnya, kaum wanita masa kini – yang telah mentah-mentah menelan hasil pemikiran mereka, telah mulai meninggalkan syariat Islam dan berbuat semaunya demi mendapatkan kepuasan.

Wanita masa kini lebih suka mengumbar aurat, mempertontonkan hamper seluruh tubuh mereka. Bahkan tidak sedikit yang berani telanjang dihadapan public. Mereka menganggap ini semua adalah bentuk Emansipasi wanita yang mampu membuat wanita semakin bebas bergerak dan dihargai. Mereka tidak sadar bahwa mereka telah mengeksploitasi diri mereka hanya untuk memenuhi kepuasan birahi public. Tubuh wanita dianggap sebagai tontonan yang menarik dan mampu meningkatkan penghasilan produsen. Produsen di bidang entertainment akan mengeksploitasi tubuh wanita untuk meningkatkan rating penonton. Tidak hanya itu, mulai dari produsen barang mewah hingga jajanan pasaran menggunakan tubuh wanita sebagai ‘pelaris’. Perhatikan iklan-iklan di media, mulai dari iklan barang mewah hingga iklan barang pasaran kesemuanya menggunakan wanita. Apa hubungannya antara mobil mewah dengan wanita cantik dan seksi?, tak lain adalah sebagai pelaris produk mereka yang dapat menarik konsumen.

Sebegitu hinakah wanita masa kini, yang harga dirinya bias dibeli dengan uang. Padahal, kehormatan wanita manapun tak sebanding dengan apapun yang ada di muka bumi ini.keikutsertaan wanita, khususnya Indonesia dalam ajang pemilihan Miss Universe adalah salah satu contoh konkret kebodohan dan kerendahan derajat wanita. Betapa tidak, criteria sebagai “Miss Universe” yakni nona ideal dalam pandangan universal, sesungguhnya kriterianya telah diusung dan ditetapkan oleh Mr. Donald Trump cs, hanya segelintir orang namun sudah berani menentukan criteria ‘Miss Universe’. Wanita dinilai cantik berdasarkan fisik dan kecerdasan menurut mereka.

Lain halnya dengan Islam. Islam menempatkan wanita dalam posisi yang mulia bukan dilihat dari kecantikan fisik, namun dilihat dari kecantikan hati dan pribadinya. Islam mewajibkan muslimah menutup aurat dan menjaga sikap tak lain adalah demi menjaga kehormatan dan kemuliaan wanita itu sendiri. Hijab disini bertujuan agar wanita tidak sembarangan dimanfaatkan sebagai pemuas birahi semaunya, serta bertujuan untuk mencegah timbulnya perlakuan-perlakuan jahat yang kemungkinan besar mengintai. Islam membagi hak waris lebih besar kepada laki-laki adalah suatu keadilan, karena dalam Islam, lelaki berkewajiban menanggung nafkah keluarga. Islam menunjuk laki-laki sebagai keluarga, bukan berarti penindasan atau menempatkan wanita di posisi subordinate. Laki-laki sebagai pemimpin dalam rumah tangga telah ditetapkan oleh Alloh dalam Alquran adalah demi memudahkan jalannya rumah tangga itu sendiri, dimana peran laki-laki lebih diranah public. Selain itu, posisi laki-laki sebagai pemimpin dalam rumah tangga ( Annisa’ 34) bukanlah diposisikan layaknya majikan dan pelayan, namun kepemimpinan disini adalah dalam hubungan persahabatan dan kemakrufan. Peran pemimpin meletakkan suami sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap pengaturan-pengaturan urusan rumah tangga secara keseluruhan. Dan itu semua takkan mungkin berjalan dengan baik tanpa adanya kerja sama antara suami dan istri.

Kiranya sampai disini yang dapat penulis ungkapkan. Semoga dapat memberikan inspirasi bagi wanita untuk meletakkan feminisme lebih kearah kebebasan dalam melaksanakan perintah Alloh dan berbuat kebaikan. Bukannya sebaliknya, feminisme yang justru membawa manusia kedalam jurang kehinaan dunia dan Akhirat. Wallohu a’lam bishshowab.

* S. Ulfah (ruuhuljadeed.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar