Kamis, 22 April 2010

Pro-kontra RUU Nikah Sirri; Segera Ambil Jalan Tengah*

Fenomena Nikah Sirri sebenarnya bukanlah suatu hal yang baru terjadi di masyarakat, bahkan sudah merupakan rahasia bersama. Demikian pula dengan perdebatan terkait hal ini, merupakan perdebatan yang sejak dulu hingga sekarang belum bisa tercapai kata mufakat, baik antara kaum yang Pro maupun yang Kontra. Sebenarnya, jika dilihat lebih lanjut, kedua pihak antara yang Pro maupun Kontra mempunyai tujuan yang sama-sama baik, dan kedua pendapat tersebut juga sama-sama mempunyai sisi positif dan sisi negatifnya. RUU yang marak dibahas kali ini adalah terkait mempidanakan pelaku nikah sirri di ranah hukum. Bagi pelaku nikah sirri dikenakan hukuman 3 bulan penjara dan denda sebanyak 5 juta.
Adapun alasan pihak yang Pro terhadap RUU nikah Sirri, di antaranya yaitu Komnas HAM perempuan yaitu Pertama ingin melindungi hak perempuan, baik dari segi pengakuan hubungan, pengakuan keturunan, hak waris dan lain sebagainya. Jika perempuan sudah memiliki bukti legal pernikahan, maka perempuan bisa mendapatkan perlindungan dari pemerintah untuk memperoleh hak yang semestinya. Selain untuk melindungi hak perempuan, mereka juga ingin agar tidak mudah timbul fitnah di masyarakat etrkait hubungan dua orang tadi. Dan bukankah selama ini, dalam agama islam, Rasululloh menganjurkan agar pernikahan itu diramaikan dan diumumkan. Jadi mengapa suatu hubungan suci harus disembunyikan dari khalayak?. Alasan lain yang melatarbelakangi pendapat mereka yaitu karena memudahkan negara dalam mengetahui kondisi masyarakatnya. Jadi untuk mempermudah pengaturan Negara menuju kondisi lebih baik lagi. Adapun terkait dengan pidana, menurut Komnas Perempuan menyatakan bahwasanya sanksi tersebut adalah dikenakan karena melanggar aturan administrasi Negara, dan bukan dipermasalahkan tingkat keabsahan pernikahan dalam Islam.
Adapun alasan pihak yang kontra terhadap RUU Nikah Sirri diantaranya yaitu demi kemaslahatan umat manusia khususnya umat islam. Karena dengan semakin maraknya seks bebas di muka bumi ini, nikah sirri semoga mampu menjadi kunci pembebas permasalahan tadi. Adapun nikah sirri dianggap diperbolehkan dan mampu menjadi solusi memperkecil tingkat seks bebas yaitu karena berbagai macam latar belakang yang menyebabkan terjadinya nikah secara sirr / rahasia. Alas an-alasan yang melatarbelakangi tersebut diantaranya karena wali si anak atau orang tua kedua pasangan tidak menyetujui hubungan pasangan tersebut, padahal mereka memang telah tergila-gila satu sama lain, sehingga jika ditunda-tunda atau dipersulit, takutnya malah akan membuat keduanya melakukan hal yang tidak semestinya. Ada juga yang beralasan tidak punya biaya pernikahan, ada juga yang terikat ikatan dinas, aturan bagi PNS untuk tidak memiliki lebih dari satu istri, dan lain-lain.hizbut tahrir dalam medianya mengatakan bahwa surat nikah juga mempunyai dampak negative, karena banyak orang yang sudah talak tiga namun masih tetap kumpul dengan istrinya dan dijadikan pembenaran status pernikahan yang menurut agama sudah tidak berstatus suami istri lagi.
Dari pengamatan berbagai alas an yang diberikan oleh pihak baik yang Pro maupun kontra memang sama-sama kuatnya. Oleh karena itu, alangkah baiknya sebelum sembarangan menetapkan keputusan terlebih dulu dikaji lebih lanjut permasalahan-permasalahan yang ada di masyarakat dan bagaimana solusinya. Penetapan RUU nikah sirri akan tidak tepat jika system administrasi Negara terkait pernikahan belum diperbaiki. Seperti contoh alas an diatas, pasangan yang menikah namun tersangkut masalah biaya. Untuk mengurus pernikahan, tentunya diperlukan biaya, baik untuk membayar petugas atau orang yang oleh masyarakat sering diminta mengurus surat-menyurat, dan lain sebagainya. Apakah system sudah dipermudah atau diawasi oleh pemerintahan, sedangkan bukan hal yang aneh jika untuk mengurus surat menyurat perlu pelican untuk memperlancar urusan, baik sedikit atau banyak. Lalu, bagaimana dengan orang-orang yang terikat dengan ikatan dinas yang ingin memperhalal hubungan mereka agar tidak terjadi kerusakan moral lebih lanjut.
Paparan di atas adalah pengamatan sederhana dari penulis. Tidaklah mudah untuk memecahkan permasalahan ini. Jikalau terjadi perdebatan semoga bukan menjadi pemecah belah antara dua kubu. Namun perdebatan tersebut baiknya difasilitasi untuk memecahkan masalah bersama meski tidak semua bisa diterima secara universal.

Rabu, 21 April 2010

Sistem Ujian Nasional; Ketidakakuratan Sistem yang Menghancurkan Moral Bangsa

Analisis Wacana Media

Sistem Ujian Nasional;

Ketidakakuratan Sistem yang Menghancurkan Moral Bangsa

pada “Wawasan Media” dan “Media Indonesia”

By: Siti Ulfah

Ujian Nasional adalah suatu event yang teramat penting bagi kebanyakan orang, khususnya bagi mereka yang mempunyai hubungan dengan pendidikan sekolah, entah itu wali murid, guru, dll. Pada dasarnya, pelaksanaan ujian dalam pendidikan adalah sesuatu yang sifatnya inheren dan menjadi rangkaian tidak terpisahkan dalam proses pendidikan itu sendiri. Ujian dimaksudkan sebagai salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan proses belajar mengajar. Dari sana selanjutnya bisa dilakukan evaluasi seperlunya untuk memperbaiki berbagai kekurangan atau kelemahan yang masih ada. Oleh karenanya, tak sedikit media yang menayangkannya termasuk dua media yang akan dibahas, Media Indonesia dan Wawasan Media. Disebutkan dalam kedua media tersebut bahwasanya pendidikan anak itu teramat penting bagi perjalanan dan perkembangan bangsa ini kelak. Pendidikan adalah sarana untuk membentuk pribadi-pribadi calon pewaris bangsa. Oleh karena itu, system yang ada harus benar-benar diperhatikan demi terlaksananya pembangunan kualitas Iptek dan moral/Imtek penerus bangsa.

Pada Wawasan Media (Selasa,20/04/10), kritikan yang diberikan kepada pemerintah cukup tajam. Di sana diungkapkan dengan gamblang bahwasanya mekanisme ujian nasional yang dirasakan bertentangan dengan konsep pendidikan yang ideal. Artinya, pelaksana ujian seharusnya adalah para guru yang selama ini telah mengajar dan mendidik siswa dari awal. Mekanisme UN yang diserahkan kepada Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dianggap mengebiri hak para guru untuk mengevaluasi dan menguji anak didiknya sendiri. Pendelegasian pelaksanaan UN kepada BSNP dinilai tidak tepat karena para anggota BSNP tidak mengikuti perkembangan pendidikan anak didik di berbagai sekolah di Tanah Air sejak awal. Karena itu, ada yang beranggapan sistem pengujian dalam UN menggunakan pendekatan gebyah uyah. Pendekatan ini memakai paradigma generalisasi. Artinya, semua sekolah di seluruh pelosok Tanah Air diasumsikan memiliki kualitas yang sama, fasilitas yang sama, dan kesempatan yang sama besar dalam mengerjakan UN.

“ Padahal, realitas di lapangan tidaklah seideal itu. Masih banyak sekolah yang keberadaannya ibarat pepatah hidup segan mati tak mau. Bahkan, banyak juga sekolah yang tinggal menunggu hari kematiannya saja karena kesulitan dana untuk melangsungkan operasional sehari hari.Oleh karena itu, pelaksanaan UN yang diarahkan untuk mencapai tujuan peningkatan mutu pendidikan adalah seperti mimpi di siang bolong. Seharusnya UN dimaksudkan sebagai alat pemetaan kondisi pendidikan (mapping) di masingmasing sekolah untuk selanjutnya dijadikan alat untuk mengelompokkan sekolah berdasarkan klasifikasi yang telah ditentukan.Jika ini yang dilakukan, saya yakin pemerintah lebih mudah melakukan identifikasi berbagai permasalahan yang menggelayut dalam dunia pendidikan saat ini. Jangan sampai anak didik dijadikan kelinci percobaan kebijakan, karena dampaknya tidak baik bagi anak didik itu sendiri.”

Pada Media Indonesia (Rabu,07/04/10), juga mengungkapkan kritikan yang cukup tajam, akan tetapi masih disandarkan pada suatu instansi terkait, yakni mengutip hasil wawancara dengan DPD komite III. Menurut Komite III DPD menyatakan bahwa Komite III telah mendesak Mendiknas agar meninjau ulang pelaksanaan ujian nasional (UN) yang dinilai sarat dengan berbagai kecurangan yang dilakukan secara berjamaah serta tidak akan pernah meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

"Pengawasan dan kajian tentang UN yang dihimpun Komite III menunjukkan bahwa penyelenggaraan UN tidak didukung oleh berbagai pihak," kata Ketua Komisi III DPD Sulistiyo saat jumpa pers di ruang wartawan DPD Jakarta, Bahkan, ia menambahkan, MA telah mengabulkan gugatan hukum terkait penyelenggaraan UN itu. Keputusan MA, meskipun tidak secara tegas melarang pelaksanaan UN, tetapi amar putusannya jelas menunjukkan bahwa Kementerian Diknas telah lalai melakukan peningkatan kualitas guru, kelengkapan sarana dan prasarana sekolah hingga penyediaan askes informasi yang lengkap sebelum melaksanakan UN.”

Sedangkan terkait kecurangan yang ditemukan sewaktu ujian Nasional, kedua media sepakat menyatakan bahwasanya Ujian Nasional yang tidak mempertimbangkan kondisi bangsa ini seluruhnya malah akan membuat kemerosotan pendidikan dan kebobrokan moral. Sudah menjadi rahasia umum bahwasanya ketika Ujian Nasional, kecurangan marak terjadi dimana-mana, mentri pendidikan sendiri mengakui hal tersebut. Sehingga banyak kalangan sepakat bahwasanya perlu adanya peninjauan dan pengkajian ulang system Ujian Nasional di Indonesia.

Adapun terkait permasalahan-permasalahan yang ditimbulkan sewaktu UN, Media Indonesia mengungkapkan adanya beberapa factor penyebab yang cukup relevan dan perlu dipertimbangkan, salah satu diantaranya yaitu factor system yang dikaitkan dengan factor geografis,

“Berbagai kecurangan yang mewarnai di setiap pelaksanaan UN harus diakui sangat sulit pemberantasannya. Beberapa hal bisa diajukan menjadi faktor penyebab. Pertama, faktor geografis Indonesia yang sedemikian besar dan luas tentu akan menyulitkan mekanisme pengawasan terhadap UN yang berkualitas dan jujur. Kedua, faktor ’’sosial” dalam artian negatif, di mana saling bantumembantu untuk meraih nilai UN yang tinggi. Ketiga, faktor finansial atau ekonomi, di mana soal UN dan kunci jawaban dijual dengan imbalan uang yang sangat besar.Keempat, tidak tegasnya sanksi bagi yang melakukan kecurangan menyebabkan tiadanya efek jera bagi yang lain untuk melakukan kecurangan dan kecurangan kembali .

Kecurangan yang dilakukan, menurut Media Indonesia, tak hanya melibatkan murid saja, tapi juga para guru-gurunya,

“Selain itu, katanya, otoritas akademik guru dan profesi guru sangat dilecehkan dengan masuknya aparat keamanan atau pihak-pihak lainnya yang turut menambah kekacauan penyelenggaraan UN. "Berbagai penyimpangan dalam praktik ini mengindikasikan bahwa penyelenggaraan UN harus diubah," katanya”

Pada Media Indonesia, tercantim bahwasanya UN setelah sekian lama diterapkan masih tidak menunjukkan dampak positif, malah bisa dikatakan semakin memperburuk pemdidikan di Indonesia, bahkan DPD menyatakan, kedepannya mungkin sebaiknya UN dihapuskan.

.
”Lebih lanjut ia mengatakan bahwa asumsi UN akan berdampak positif terhadap peningkatan kualitas pendidikan juga tidak tepat karena kualitas ditentukan oleh banyak faktor seperti kualitas guru, sarana prasarana, kurikulum, dana, manajemen dan sebagainya.
Namun pada faktanya, setelah UN sekian lama dilaksanakan, tanda-tanda pendidikan di Indonesia semakin baik dan berkualitas masih jauh dari harapan. "Bahkan berbagai laporan menunjukkan anak-anak didik merasakan stres mendalam serta ada pula indikasi penyimpangan prilaku seperti upaya bunuh diri akibat UN itu," katanya.

Terkait dengan berbagai fenomena itu, DPD menyatakan UN 2010 adalah UN transisi dan harus segera diakhiri. Pemerintah harus memperbaiki mekanisme evaluasi belajar siswa dan tidak lagi menjadikan UN sebagai alat ukur penentuan kelulusan siswa. DPD menegaskan, evaluasi belajar siswa itu seyogyanya merupakan evaluasi yang beragam sesuai dengan tingkat kecakapan dan kompetensi yang ingin dicapai. (Ant/OL-06)”

Terkait dengan system UN yang bukannya malah membangun dan perlu dikaji ulang, pakar pendidikan banyak yang menyetujuinya, termasuk Daniel M Rosyid dalam suatu media lain menyatakan bahwa penerapan UN harus disesuaikan, yakni system yang dibuat agar tidak sentralistik tapi desentralistik, dalam artian nilai standar kelulusan harus dihapus sama sekali untuk meminimalisir kecurangan dan menumbuhkan sportivitas dalam pendidikan.

Selasa, 20 April 2010

“Revitalisasi Peran Kartini Abad 21 Sebagai Garda Terdepan Pencerdasan Bangsa”


­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­Bismillahirrohmanirrohim…

Wanita adalah unsur yang sangat penting dalam kehidupan. Fungsi dan perannya teramat vital dalam keberlangsungan suatu Negara. Bagaimana tidak, di tangan wanita, generasi penerus baik laki-laki maupun wanita itu dididik dan dibentuk. Sedemikian pentingnya sosok wanita, hingga ada filsuf Arab yang mengatakan “ Wanita adalah tiang Negara, jika ia baik, maka baik pula Negara itu. Jika ia rusak, maka rusak pula Negara itu”, ada pula yang mengatakan “ Tiadalah kesuksesan seorang lelaki itu, melainkan di belakangnya terdapat tangan-tangan seorang wanita”.

Saudariku yang dirahmati Alloh…

Sadarkah kita akan betapa mulia dan pentingnya wanita di muka bumi ini?? Kualitas dan kelembutan hati wanita teramat dibutuhkan bagi pembangunan peradaban ke arah lebih baik. Kebanyakan kaum wanita tak terkecuali di negeri ini terlalu sibuk untuk meneriakkan ‘kebebasan dan kesetaraan’, ironisnya, mereka lupa akan melaksanakan hak dan kewajiban yang mati-matian diperjuangkannya. Kebebasan dan kesetaraan yang selama ini dimimpikan, kebanyakan adalah hanya bersifat kepuasan nafsu dan ambisi semata. Bukannya malah meningkatkan kualitas diri dan mengoptimalkan perannya sebagai makhluk yang mulia, kebanyakan malah tergiur akan hal-hal lain yang justru merendahkan harkat dan martabatnya sendiri, yakni dengan mengejar ketenaran, kecantikan palsu, kekayaan, kedudukan, pujian-pujian, dan sebagainya.

Masih ingatkah kita akan Sosok Ibu Kartini, yang begitu gigihnya memperjuangkan hak-hak wanita. Ibu Kartini, seorang muslimah cerdas dan sadar akan pentingnya wanita di dunia ini, ia bersungguh-sungguh memperjuangkan hak wanita khususnya dalam memperoleh pendidikan yang sama dengan laki-laki. Seorang wanita dengan pendidikan dan penjagaan moral tentunya akan meningkatkan kualitas dan mengoptimalkan perannya sebagai manusia yang mulia dan berdaya guna. Wanita yang berpendidikan tidak akan pernah lagi dianggap sebagai makhluk sub-ordinate, karena seluruh manusia mengakui potensi dan kemuliaannya.

Jauh sebelum Ibu Kartini, sudah banyak wanita-wanita muslimah yang telah menunjukkan eksistensinya sebagai manusia yang layak dihormati. Ada khadijah r.a Istri Rasululloh Saw yang dengan kecerdasan dan kemuliaan akhlaknya telah berhasil menjadi pemimpin bisnis yang sukses dan terkemuka di masanya. Ada juga Aisyah r.a Istri Rasululloh Saw yang dengan kecerdasan dan keshalehannya telah menjadikan ia sebagai Ummul Mu’minin / ibu para mu’min yang berhasil meriwayatkan ribuan hadits, pusat bertanyanya seluruh umat di zamannya terkait keilmuan keislaman, dan dengan kelincahan dan keberaniannya ia membela umat tak terkecuali kaum wanita di zamannya dari penindasan dan ketidakadilan. Tak heran jika banyak yang menyebutnya sebagai “Ibu Umat Islam dan Guru para Ulama”. Masih banyak lagi kisah muslimah hebat lainnya yang tentunya mereka tak menyepelekan pendidikan dan moral khususnya syariat islam dari kehidupan dan kepribadiannya.

Oleh karena itu Saudari-saudariku sekalian, Kemuslimahan UKMKI Unair bersama forum Silaturrahim Lembaga Dakwah Kampus mengajak dan menghimbau kaum wanita, khususnya muslimah, untuk bersama-sama meningkatkan kualitas diri dengan menuntut ilmu baik umum maupun agama, serta mempertahankan moral-moral kita sebagai wanita mulia, sesuai hadits Ad-dun’ya mata’un, wa khiru mata’iha Al-mar’atus sholehah…

Demikian dari kami. Jazakumulloh Khoiron Katsir… Kemuslimahan UKMKI Unair & Jarmusnas FSLDK

Senin, 12 April 2010

Kontradiksi Makna Feminisme Masa Kini; Memulyakan atau Menindas Kaum Wanita?

Berbicara tentang feminisme, tidak bisa dipisahkan dari perbincangan terkait laki-laki dan perempuan di dalam masyarakat, serta bagaimana hak, status, kedudukan wanita di sector domestic dan public. Pada mulanya, feminisme adalah faham – yang kemudian menjadi suatu gerakan – yang menuntut adanya kesetaraan hak dan kedudukan antara laki-laki dan perempuan. Di Indonesia, feminisme lebih dikenal dengan istilah Emansipasi Wanita, dengan Kartini yang dianggap sebagai pelopornya.

Dalam sejarah manusia, tidak ada ide yang lahir dalam ruang hampa, layaknya karya sastra yang tak pernah lahir dari kekosongan budaya. Feminisme lahir karena adanya konteks sosio-historis yang melatarbelakanginya. Feminisme pada intinya membicarakan wilayah culture. Kedudukan manusia dalam pandangan umat-umat sebelum Islam sangat rendah dan hina. Mereka tidak menganggap perempuan sebagai manusia yang sempurna. Bagi mereka perempuan adalah pangkal keburukan dan sumber bencana. Telah banyak contoh konkret penindasan terhadap wanita di bumi ini. Pada masa jahiliyah, masyarakat Arab mengubur hidup-hidup bayi wanita yang terlahir di keluarganya. Bayi wanita dianggap sebagai Aib dan bencana besar. Bangsa India dalam aturan Manu, perempuan diposisikan hanya sebagai pelayan bagi suami dan ayahnya, tidak memiliki kebebasan untuk menggunakan apalagi memiliki hartanya. Kesetiaan istri kepada suami ditunjukkan dengan istri membakar diri hidup-hidup demi mengikuti suaminya yang meninggal.dalam aturan Hammurabi, perempuan dianggap sebagai binatang, tidak mempunyai hak memiliki dan menggunakan harta, dan banyak lagi yang lainnya. Perbincangan tentang wanita menemukan momentumnya ketika pada tahun 581 M berlangsung kongres besar bangsa Eropa yang berusaha menemukan jawaban, “siapa sebenarnya wanita itu?”. Pada kongres tersebut sempat dipertanyakan, benarkah wanita itu manusia, atau ia termasuk golongan hewan. Akhirnya mereka mendapatkan jawaban bahwa perempuan itu manusia yang diciptakan untuk menghamba ( mengabdi ) pada laki-laki.

Islam adalah satu-satunya agama yang mampu memberikan formulasi kesetaraan hak dan kedudukan laki-laki dan perempuan. Alloh telah menyatakan dalam kitab sucinya bahwa orang yang paling mulia di sisi Nya adalah orang yang paling bertaqwa. (Al-Hujurat: 13). Tidak memandang apakah ia laki-laki atau perempuan, jika ia mengerjakan amal shalih dalam keadaan beriman, maka Alloh akan memberinya kehidupan yang lebih baik dan pahala yang berlipat.(An-Nahl: 97). Dalam syariat Islam, Alloh telah mengatur pembagian peran dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan karakter dan potensi masing-masing. Alloh mengatur pola relasi antara laki-laki dan perempuan serta mengatur antara akhlak-akhlak yang baik bagi wanita dan laki-laki tentunya semua itu pada hakikatnya adalah untuk menjaga dan menyelamatkan manusia dari kehinaan dan kekejian baik dunia maupun akhirat.

Seiring dengan berjalannya waktu, perubahan akan terus berlanjut. Yakni proses konstruksi – dekonstruksi – rekonstruksi. Feminisme yang dahulu muncul dan berkembang di barat, serta mengkritisi system kehidupan masyarakat barat, kini telah mulai menyerang syariat Islam sendiri. Islam yang telah mengatur dan memberikan formulasi kesetaraan terbaik – tentunya berasal dari Alloh, sang pencipta – telah dicoba untuk di dekonstruksi.

Syariat Islam dianggap sebagai salah satu agama yang menyudutkan dan menindas kebebasan kaum wanita. Kewajiban menutup aurat misalnya, kaum feminis sekularis berfikiran kalau menutup aurat atau hijab bagi wanita adalah sama halnya dengan memenjarakan wanita dalam berekspresi. Pembagian warisan yang takarannya berbeda antara laki-laki dan perempuan, optimalisasi peran public pada laki-laki dan peran domestic pada perempuan, telah dijadikan bahan perbincangan dan perdebatan public dan dijadikan senjata ampuh untuk menyerang Islam. Sebagai akibatnya, kaum wanita masa kini – yang telah mentah-mentah menelan hasil pemikiran mereka, telah mulai meninggalkan syariat Islam dan berbuat semaunya demi mendapatkan kepuasan.

Wanita masa kini lebih suka mengumbar aurat, mempertontonkan hamper seluruh tubuh mereka. Bahkan tidak sedikit yang berani telanjang dihadapan public. Mereka menganggap ini semua adalah bentuk Emansipasi wanita yang mampu membuat wanita semakin bebas bergerak dan dihargai. Mereka tidak sadar bahwa mereka telah mengeksploitasi diri mereka hanya untuk memenuhi kepuasan birahi public. Tubuh wanita dianggap sebagai tontonan yang menarik dan mampu meningkatkan penghasilan produsen. Produsen di bidang entertainment akan mengeksploitasi tubuh wanita untuk meningkatkan rating penonton. Tidak hanya itu, mulai dari produsen barang mewah hingga jajanan pasaran menggunakan tubuh wanita sebagai ‘pelaris’. Perhatikan iklan-iklan di media, mulai dari iklan barang mewah hingga iklan barang pasaran kesemuanya menggunakan wanita. Apa hubungannya antara mobil mewah dengan wanita cantik dan seksi?, tak lain adalah sebagai pelaris produk mereka yang dapat menarik konsumen.

Sebegitu hinakah wanita masa kini, yang harga dirinya bias dibeli dengan uang. Padahal, kehormatan wanita manapun tak sebanding dengan apapun yang ada di muka bumi ini.keikutsertaan wanita, khususnya Indonesia dalam ajang pemilihan Miss Universe adalah salah satu contoh konkret kebodohan dan kerendahan derajat wanita. Betapa tidak, criteria sebagai “Miss Universe” yakni nona ideal dalam pandangan universal, sesungguhnya kriterianya telah diusung dan ditetapkan oleh Mr. Donald Trump cs, hanya segelintir orang namun sudah berani menentukan criteria ‘Miss Universe’. Wanita dinilai cantik berdasarkan fisik dan kecerdasan menurut mereka.

Lain halnya dengan Islam. Islam menempatkan wanita dalam posisi yang mulia bukan dilihat dari kecantikan fisik, namun dilihat dari kecantikan hati dan pribadinya. Islam mewajibkan muslimah menutup aurat dan menjaga sikap tak lain adalah demi menjaga kehormatan dan kemuliaan wanita itu sendiri. Hijab disini bertujuan agar wanita tidak sembarangan dimanfaatkan sebagai pemuas birahi semaunya, serta bertujuan untuk mencegah timbulnya perlakuan-perlakuan jahat yang kemungkinan besar mengintai. Islam membagi hak waris lebih besar kepada laki-laki adalah suatu keadilan, karena dalam Islam, lelaki berkewajiban menanggung nafkah keluarga. Islam menunjuk laki-laki sebagai keluarga, bukan berarti penindasan atau menempatkan wanita di posisi subordinate. Laki-laki sebagai pemimpin dalam rumah tangga telah ditetapkan oleh Alloh dalam Alquran adalah demi memudahkan jalannya rumah tangga itu sendiri, dimana peran laki-laki lebih diranah public. Selain itu, posisi laki-laki sebagai pemimpin dalam rumah tangga ( Annisa’ 34) bukanlah diposisikan layaknya majikan dan pelayan, namun kepemimpinan disini adalah dalam hubungan persahabatan dan kemakrufan. Peran pemimpin meletakkan suami sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap pengaturan-pengaturan urusan rumah tangga secara keseluruhan. Dan itu semua takkan mungkin berjalan dengan baik tanpa adanya kerja sama antara suami dan istri.

Kiranya sampai disini yang dapat penulis ungkapkan. Semoga dapat memberikan inspirasi bagi wanita untuk meletakkan feminisme lebih kearah kebebasan dalam melaksanakan perintah Alloh dan berbuat kebaikan. Bukannya sebaliknya, feminisme yang justru membawa manusia kedalam jurang kehinaan dunia dan Akhirat. Wallohu a’lam bishshowab.

* S. Ulfah (ruuhuljadeed.blogspot.com

Wanita dalam Pandangan Islam; Pembagian Peran, Kedudukan, dan Pemberdayaan*

Segala puji bagi Alloh penguasa semesta alam, yang digenggamanNya lah segala sesuatu bergantung dan bersandar. Alloh mengetahui apa-apa yang ada dalam genggamanNya. Dia mengetahui mana yang terbaik bagi makhlukNya begittu pula sebaliknya. Dia Maha Pencipta sekaligus Pemelihara alam semesta.

Di antara tanda-tanda kekuasaan Alloh adalah Alloh menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan (Adz-Dzariyat 49& Yaasiin 36). segala sesuatunya telah Alloh tetapkan aturan-aturan masing-masing sesuai dengan karakter dan potensinya. Tentu saja aturan itu berfungsi sebagai petunjuk menuju keselamatan dunia dan akhirat. Salah satu contoh kekuasaan Alloh adalah penciptaan proton positif dan electron negative pada atom. Perbedaan karakter pada keduanya merupakan daya tarik menarik tersendiri, sehingga keduanya saling menguatkan. Begitu pula penciptaan manusia dengan jenis laki-laki dan perempuan, adalah supaya keduanya saling cenderung dan saling menentramkan sehingga tercipta kelangsungan jenisnya.

Laki-laki dan perempuan diciptakan oleh Alloh sebagai tidak hanya sebagai mitra namun juga sebagai sahabat yang saling mengasihi dan bertanggung jawab untuk melestarikan jenisnya dan memelihara kehidupan. Keduanya diberi tanggung jawab untuk mengelola alam semesta beserta seluruh alam semesta beserta seluruh isinya (Al-Baqoroh 30). Adapun dalam praktik kehidupan, terjadi perbenturan dan persengketaan antar manusia. Alloh menurunkan aturannya sebagai solusi bagi persoalan manusia. Adanya penetapan hak dan kewajiban tidak lain terkait dengan kemaslahatan manusia, baik pria maupun wanita. Kadang kala solusi yang diberikan akan berbeda jika dalam pandangan syariat perlu penyelesaian yang berbeda. Menyikapi kenyataan hukum yang beraneka raga mini, Alloh telah memerintahkan masing-masing untuk sama-sama bersikap ridha terhadap adanya pengkhususan kepada salah satu pihak. Alloh juga melarang bersikap saling iri dan dengki serta berangan-angan terhadap apa yang telah Alloh karuniakan atas yang lain (An-Nisa’ 32).

Akan tetapi, dalam kehidupan manusia, perubahan-perubahan apakah kea rah yang lebih baik ataupun sebaliknya senantiasa terjadi. Akal manusia telah memungkinkan perjalanan kehidupannya selalu melalui proses konstruksi, dekonstruksi, dan rekonstruksi. Kita bias menyaksikan bagaimana pola-pola relasi dan pembagian peran dan tanggung jawab antara dua jenis kelamin yang berbeda ini, yang telah mapan dalam kehidupan masyarakat pada suatu masa menjadi sesuatu yang layak untuk diperdebatkan pada masyarakat lain di masa yang lain pula. Begitu seterusnya.

Hal yang paling nyata yang bias kita saksikan adalah perjalanan perbincangan kedudukan wanita di masyarakat dalam syariat Islam. Islam telah berhasil meletakkan kedudukan wanita sebagai makhluk yang layak untuk dihargai sebagaimana laki-laki. Derajat kemulyaan dalam Islam hanya akan disandang oleh siapapun yang bertaqwa kepada Alloh baik itu laki-laki maupun perempuan. Hanya saja memang ada beberapa perbedaan pembagian peran dan aturan antara keduanya. Dimana wanita dalam Islam diberikan tanggung jawab lebih diranah domestic dari pada public. Namun hal ini bukan berarti melarang wanita berada di ruang public. Islam tetap memberikan ruang bagi wanita untuk berada di ruang public dimana di sana tetap ada aturan-aturan yang mengaturnya.

Islam telah menetapkan bahwa peran utama wanita adalah sebagai ibu da pengatur rumah tangga. Pada diri perempuan, Alloh menciptakan kemampuan reproduksi dan fungsi penentu keberlangsungan jenis manusia. Peranan pria dalam proses reproduksi berlangsung sangat singkat. Sejumlah hokum yang berkaitan dengan kehamilan, kelahiran, penyusuan, pemeliharaan bayi, ataupun ‘iddah diberikan kepada wanita, bukan pria. Alloh juga menjadikan tugas wanita adalah mengandung, melahirkan, menyusui dan mengasuh buah hubungannya dengan suaminya. Ini adalah tugas yang berat dan penting, tidak ringan dan tidak mudah. Sekaligus mulia yang harus ditunaikan oleh wanita dengan persiapan fisik, kejiwaan dan pikiran yang mendalam. Bahkan dalam penyempurnaan tugas ini Alloh memberikan dispensasi-dispensasi, salah satunya adalah berbuka di bulan Ramadhan bagi ibu hamil dan menyusui. Dari sinilah dapat dikatakan bahwa aktivitas pokok yang paling cocok bagi seorang wanita adalah sebagai ibu dan pengatur rumah tangganya.

Meskipun banyak aktivitas yang dibebankan di pundak wanita, tetaplah ia harus menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu dan pengatur rumah tangga. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa dating seorang wanita, Asma binti Yazid al-Asyhaliyah, yang mewakili kaumnya kepada Rasululloh. Ia menanyakan kedudukan dan tugasnya sebagai wanita kepada rasul yang mulia.

“ Demi bapakku, engkau dan ibuku, wahai Rasululloh. Aku adalah utusan para wanita kepadamu. Sesungguhnya belum ada seorang wanita pun, baik di timur maupun barat yang terdengar darinya ungkapanseperti apa yang akan aku ungkapkan atau belum terdengar seorang pun yang mengemukaakn seperti pendapatku. Sesungguhnya Alloh mengutusmu kepada laki-laki dari wanita seluruhnya hingga kami beriman kepadamu dan Tuhanmu. Akan tetapi sesungguhnya kami para wanita terbatasi dan terkurung oleh dinding-dinding kalian para laki-laki, memenuhi syahwat kalian dan mengandung anak-anak kalian. Sesungguhnya kalian (para laki-laki) mempunyai kelebihan dari pada kami dengan berkumpul dan berjamaah, melakukan kunjungan kepada orang sakit, menyaksikan jenazah, melakukan ibadah haji demi ibadah haji, dan yang lebih mulia lagi dibandingkan dengan semua itu ialah jihad di jalan Alloh. Sesungguhnya jika salah seorang dari kalian keluar untuk menunaikan ibadah haji, menghadiri pertemuan atau berjaga di perbatasan, kamilah yang menjaga harta kalian; yang mencucikan pakaian kalian; dan yang mengasuh anak-anak kalian. Lalu apakah ada kemungkinan bagi kami untuk menyamai kalian (para lelaki) dalam kebaikan Ya Rasulalloh?”

Kemudian Rasululloh menoleh pada para Sahabatseraya berkata, “ Apakah kalian mendengar perkataan wanita ini? Sungguh adakah yang lebih baik daripada apa yang diungkapkannya berkaitan dengan urusan agamanya ini?” Para Sahabat berkata, “ wahai Rasulalloh, kami tidak menyangka bahwa wanita ini tertunjuki kepada perkataan tersebut”. Rasululloh menoleh dan berkata pada wanita itu seraya bersabda, “ Pergilah kepada wanita mana saja dan beri tahukanlah kepada mereka yang ada di belakangmu, bahwa kebaikan salah seorang diantara kalian (para wanita) dalam memperlakukan suaminya, mencari keridhaan suaminya dan mengikuti keinginannya adalah mengalahkan semua itu.” Mendengar sabda Rasul, wanita itu pun pergi seraya bersuka cita.ia kemudian menyampaikan kabar gembira itu kepada kaumnya. (HR. Al- Baihaqi)

Dialog nabi dengan shahabiyat di atas menunjukkan bahwa tugas utama seorang wanita adalah menjadi seorang ibu dan pengatur rumah tangga ( Ummun wa Rabbatul Bait). Namun tugas ini banyak diremehkan oleh kaum wanita, padahal penilaian ini Alloh menganggapnya setara dengan laki-laki yang beraktivitas di ruang public. Peran utama wanita ini mempunyai andil yang besar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera dengan kualitas generasi yang baik. Islam mengatakan, “ wanita itu tiang agama”, ada juag hadits “ Surga terletak di telapak kaki seorang ibu”. Ingat juga pepatah Arab mengatakan, “Dibalik kesuksesan seorang laki-laki terdapat tangan seorang wanita” . oleh karena itu, kiranya adil kalau pihak kedua, yakni suami diberikan tugas untuk memenuhi kebutuhan pokoknya (mencari nafkah) dan memberikan perlindungan kepada istri dan keluarga agar istri dapat mencurahkan tenaga dan perhatiannya untuk penunaian tugas yang penting ini.

Selain hidup di dunia domestic, kita juga tidak bias menafikan bahwa wanita adalah bagian dari masyarakat. Karena posisinya sebagai anggota masyarakat inilah, maka keterlibatannya dalam kehidupan umum atau public juga diperlukan dalam rangka memajukan masyarakat. Jadi tugas utama wanita sebagai peran domestic tidak berarti membatasi wanita pada peran pokok itu saja. Karena pada saat yang sama, wanita juga diseur untuk dapat berperan di sector public.

Seruan Alloh dalam hal aktivitas perempuan di dunia public secara umum mempunyai implikasipada hokum yang berkaitan dengan wanita dalam kedudukannya sebagai individu manusia. Islam menetapkan hokum yang sama antara pria dan wanita dalam masalah kewajiban berdakwah (amar makruf nahi munkar), kewajiban menuntut ilmu, serta kewajiban menunaikan ibadah-ibadah ritual (mahdhah). Demikian pula Islam mengizinkan wanita melakukan jual beli, sewa-menyewa, dan akad perwakilan. Wanita punya hak dalam memegang segala macam hak milik, dan baginya boleh mengembangkan hartanya dan mengatur secara langsung segala urusan kehidupannya. Wanita berhak sebagai pemegang saham atau sebagai pekerja. Dan boleh baginya menyewa tenaga manusia , pekarangan, sawah-ladang, dan benda lainnya (Al-Baghdadi: 1988) islam membolehkan wanita bekerja di luar rumah dalam rangka mendukung pembangunan masyarakat. Misalnya sebagai dosen, dekan, manajer, direktur perusahaan, pengacara, dsb. Seruan bias berwujud wajib; misalnya menuntut ilmu dan berdakwah, bias juga berwujud mubah; sebagai pedagang, dll.

Salah satu hal yang marak kali ini adalah keterlibatan wanita di ranah politik. Islam tidak melarang wanita berkiprah di dalamnya. Islam mewajibkan umatnya baik laki-laki dan perempuan untuk turut terlibat dalam politik. Dalam buku Mafahim Siyasah dijelaskan bahwa politik adalah pengaturan pengurusan umat baik dalam dan luar negri. Keaktifan muslimah dalam kancah politik tentunya seorang muslimah tidak akan memilih tindakan yang semata-mata didasarkan pada kepentingan aktivitas tersebut menurutnya atau masyarakat. Oleh karena itu, sebelum terjun kedalamnya, muslimah terlebih dahulu juga haru memahami politik, status politik, status hukumnya, dan peran politik apa saja yang dapat dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh muslimah menurut islam. Ketika kaum muslimin (laki-laki dan perempuan ) memfungsikan segenap potensinya untuk mengurusi dan menyelesaikan problematika umat, berarti telah melakukan peran politik, dan tidak harus menjadi politikus atau penguasa.

Demikian kiranya pemaparan mengenai peran dan fungsi wanita dalam kaca mata Islam. Masih banyak hal yang perlu diketahui dalam mengenal Islam lebih lanjut. Islam adalah agama yang haq dan dari padanya, Alloh memberikan petunjuk-petunjuk kepada manusia khususnya, agar selamat dan memperoleh kebahagiaan sejati. Oleh karena itu, marilah kita bersama mengoptimalkan akal dan hati kita untuk mendalami Islam dan memahami semua syariatnya, dan bukannya malah gampang terpengaruh dengan isu-isu buatan manusia yang tidak beriman dan berakhlak buruk, sehingga kita mengikuti jejak mereka dan menjauhi Islam. Wallohu A’lam Bisshowab.

* S. Ulfah (ruuhuljadeed.blogspot.com)